Rumah Betang Tertua, Rumah Betang Tumbang Gagu

RUMAH Betang Tumbang Gagu Secara administratif terletak di Desa Tumbang Gagu, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Betang Tumbang Gagu atau juga dikenal dengan sebutan Betang Antang Kalang, dibangun selama 7 (tujuh) tahun, dimulai pada tahun 1870 dan baru ditempati pada tahun 1878. Pada awalnya, betang ini ditempati oleh 6 (enam) kepala keluarga yang mendirikan bangunan tersebut, yakni (1) Boruk Dawut (2) Pangkong Iding Dandu (3) Singa Jaya Antang Kalang (4) Manis Bin Lambang Dandu (5) Rais Bin Lambang Dandu (6) Bunter dan Karamu.

Salah satu pendiri betang yakni Singa Jaya Antang berasal dari daerah Sungai Kahayan di kampung Bukit Rawi, cucu dari Tamanggung Rawi. Singa Jaya Antang merupakan tokoh masyarakat Dayak Tumbang Gagu yang ikut terlibat dalam perjanjian rapat damai yang disebut sebagai Perjanjian Tumbang Anoi.

Rapat dilaksanakan pada tanggal 22 Mei s/d 24 juli 1894 di Tumbang Anoi dan melibatkan hampir semua Suku Dayak yang berada di pulau Kalimantan, termasuk Malaysia dan Brunai Darussalam. Tujuan diadakan rapat ini adalah untuk menyelesaikan konflik di antara mereka, yang salah satu hasil kesepakatan rapat tersebut adalah pelarangan tradisi ngayau. Perjanjian Tumbang Anoi merupakan salah satu peristiwa penting dan bersejarah serta masih tersimpan dalam ingatan kolekstif  masyarakat Dayak di wilayah.

 

Rumah  Betang Tumbang Gagu terletak di tepi Sungai Kalang dengan luas   lahan 1.880 meter persegi,    berupa rumah panggung berbentuk persegi empat panjang dengan ukuran panjang bangunan 58,7 m, lebar 26,40 m, dan tinggi 15,68 m dari permukaan tanah. Pada bagian depan terdapat selasar yang memanjang dari tepi Sungai Kalang hingga ke betang dengan ukuran panjang 50,5 meter dan lebar 160 meter.

Tiang – tiang penyangga betang terdiri atas tiang jihi dan tungket dengan jumlah keseluruhan sebanyak 256 tiang dengan ukuran yang bervariasi. Pada bagian depan rumah dan belakang rumah terdapat sebuah hejan atau tangga untuk menuju ke dalam betang, terbuat dari kayu ulin   utuh berukuran tinggi 7,10 m dengan diameter ± 35 cm dan memiliki 20 anak tangga. Pembagian ruang dalam betang terdiri atas balai kandang yang tepat berada di tengah bangunan. Di dalam balai ini terdapat 2 (dua) buah meriam yang dibeli oleh Antang Kalang, berukuran panjang masing-masing 153 dan 120 cm, diameter meriam masing-masing 20 dan 17 cm, dan ukuran lubang penyulut berdiameter 1,5 dan 0,8 cm.

Jumlah bilik dalam rumah betang ada 6 (enam) buah yangditempatkan di samping kiri dan kanan balai. Masing-masing bilik dimiliki oleh keenam pendiri betang,  dengan urutan, bilik pada bagian hulu hingga ke hilir masing-masing ditempati oleh Boruk Dawut, Pangkong Iding Dandu, Singa Jaya Antang Kalang, Manis bin Lambang Dandu, Rais bin Lambang Dandu, Bunter dan Karamu.

Pada bagian depan bilik yang menghubungkan masing-masing ruang (balai kandang dan bilik-bilik)  terdapat aula  serta teras pada bagian belakang dan samping sebagai penghubung antara bangunan utama dan dapur yang dibuat terpisah dari bangunan utama. Pada sisi belakang dan samping betang, terdapat 6 (enam) dapur yang disesuaikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada pada waktu itu.

Denah dapur mengikuti bangunan betang, berbentuk persegi empat panjang, masing-masing dapur saling berdempetan. Saat ini, dapur yang masih digunakan hanya tinggal dua saja, sedangkan yang lainnya mengalami kerusakan (sudah tidak layak pakai karena kondisi bangunan yang sudah rusak parah) bahkan ada yang sudah rubuh.]

Rumah Betang  pada umumnya berasosiasi dengan lumbung/lepau yang berada di dekat selasar (namun hanya tinggal tiang-tiangnya saja), sapundusandung, dan tiang pantar yang ditempatkan pada halaman depan. Jumlah Sapundu sebanyak 12 buah yang ditempatkan di dekat sandung atau biasa disebut sapundu gapit. Sedangkan sapundu  yang berada di tepi Sungai Kalang disebut sapundu lepas. Sandung berada di tengah-tengah halaman depan betang dan hanya berjumlah 1 (satu ) buah. Sementara Tiang Pantar berjumlah 9 (sembilan) tiang, berada di dekat sandung. Kondisi lumbung/lepau, sapundu, sandung dan tiang pantar, sebagian mengalami kerusakan berupa retak, patah dan pelapukan.

Bahan utama untuk pembuatan dan pendirian rumah  betang ini adalah kayu ulin atau juga disebut kayu Besi (Eusideroxylon zwageri) dan kayu meranti (Shorea Dipterocarpaceae). Kayu ulin merupakan salah satu kayu yang terkenal kuat dan merupakan tanaman endemik yang hanya hidup di hutan Kalimantan dan Sumatera. [] Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/2784/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *